Kamis, 28 April 2016


Tulisan ini saya dedikasikan untuk kucing saya Manis Maranis atau yang sering saya panggil Anis. Kucing yang telah menemani saya selama 16 tahun, sejak saya masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar hingga saat ini saya sudah lulus kuliah. Mungkin tulisan ini terkesan konyol dan kucing saya pun tidak akan pernah mengerti apa yang saya ungkapkan, namun melalui tulisan ini saya ingin mengekspresikan betapa Anis sangat berarti dalam hidup saya dan untuk mengabadikan kisah Anis untuk saya baca kembali di kemudian hari.

Mari kita mulai dengan flashback ke 16 tahun yang lalu, tepatnya bulan Januari tahun 2000. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya bahwa Tuhan mempertemukan saya dengan Anis saat saya masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar di usia saya yang masih 6 tahun. Pada hari itu saya baru saja kembali dari berlibur di rumah nenek di Semarang. Saat saya pulang ke rumah yang waktu itu masih tinggal di daerah Jakarta Timur, betapa saya sangat bergembira menemukan mama kucing milik tetangga saya bersama dua bayi mungilnya yang baru beberapa hari dilahirkan. Mama kucing itu bernama Dewi, kucing milik tetangga saya yang sepertinya lebih betah tinggal bersama keluarga saya. Anis dianugrahi nama Manis karena sikapnya yang tenang dan manis, sedangkan saudaranya diberi nama Jabrik atau Abik karena bulunya sering menjadi jabrik saat dia merasa terganggu. Anis dan Abik menjadi teman baik bagi saya dan kakak perempuan saya. Kami masih sama-sama kecil kala itu, dan dengan polosnya kami mengajarkan Anis dan Abik cara berjalan, main sekolah-sekolahan dengan kucing, mengajari Anis dan Abik menulis dan menggambar.


Pada bulan Juli tahun 2000 keluarga kami memutuskan untuk pindah ke Pekalongan. Tetangga kami yang baik hati menghadiahkan Anis dan Abik untuk kami bawa serta. Kasihan sebenarnya Anis dan Abik di usia yang baru 7 bulan harus berpisah dengan mama nya. Dan saya pun masih terlalu kecil untuk menyadari kejadian itu. Saya masih ingat betul ekspresi Anis dan Abik saat pertama kali menginjakkan kaki di lingkungan baru nya, beradaptasi, setelah berjam-jam perjalanan yang tentu saja membuat mereka stress.

3 years after that day, kisah tentang Abik tidak diketahui kelanjutannya, Abik hilang dan tidak kembali, sepertinya Abik jatuh cinta pada gadis di kampung sebelah. Tinggal Anis saja bersama saya, karena kakak perempuan saya akhirnya kembali tinggal di Jakarta. Anis yang mulai beranjak dewasa untuk ukuran kucing, menghadirkan bayi-bayi lucu sebagai pengganti Abik. Namun sayangnya kebanyakan dari mereka tidak bertahan lama, beberapa meninggal dan sebagian hilang. Hingga Anis melahirkan Polang maralang atau Olang, kucing perempuan dengan tiga warna, yang juga menjadi teman baik saya selama 10 tahun sebelum akhirnya meninggal pada tahun 2013.

Ikatan batin saya dengan Anis sangat kuat, saya sering berbicara dengan Anis dan Anis sering menatap saya, seperti ada hal yang disampaikan melalui sorot matanya. Setiap kali saya pergi jauh saya sering ada firasat saat Anis sakit walau orang rumah selalu merahasiakannya, karena kalau saya tahu Anis sakit sejauh apapun saya pergi saya pasti akan segera pulang. Tempat favorit Anis untuk tidur adalah di atas perut atau di atas tubuh manusia, khususnya saya dan kakak perempuan saya, terkadang pada keponakan-keponakan saya, atau sekedar minta pangku pada ibu dan bapak saya. Anis kucing yang sangat energik, bukan tipikal kucing manja yang suka digendong, dan Anis adalah kucing yang sangat cuek dan hanya mau dipegang oleh orang-orang terdekatnya.


Dari Anis saya belajar tentang banyak hal. Anis mengajarkan saya tentang kesetiaan, Anis tidak pernah pergi jauh seperti kucing saya yang lainnya, dia selalu menyambut saya saat saya datang, apalagi jika saya baru pulang dari pergi yang cukup lama, bagitu mendengar suara saya Anis selalu berlari menghampiri dan dengan berisik berbicara dengan bahasanya yang tak satupun saya mengerti. Anis juga selalu menunjukkan perhatiannya, walaupun terkesan cuek namun Anis adalah kucing yang penuh kasih sayang. Dia selalu mendahulukan anak-anaknya saat makan, seringkali saya lihat saat Anis mendapatkan serangga, cicak atau tikus dia tidak memakannya tapi diberikan pada anak-anaknya, bahkan Anis pernah menghadiahkan saya seekor tikus, its real, saat saya sedang duduk-duduk santai tiba-tiba Anis datang dengan seekor tikus dalam cengkraman taringnya, berjalan mendekati saya dan menaruh tikus tepat didepan saya, saya pergi menjauh dan Anis kembali mendekati saya dengan tikusnya, setelah dihadapkan di depan saya kemudian Anis pergi begitu saja tanpa beban.

Diantara sahabat-sahabat manusia saya justru Anis lah yang paling tahu tentang my life story, saya sering menceritakan pengalaman saya pada Anis, Walau Anis tidak pernah menanggapi tetap saja Anis selalu menyenangkan untuk menjadi teman curhat. She is my best companion in every situation. Bagi pembaca yang memiliki teman baik berupa binatang mungkin akan mengerti tingkah saya, bagi yang tidak suka binatang mungkin akan menganggap saya orang aneh.

Saya akan bercerita tentang hari-hari dimana saya tidak akan pernah lupa dalam hidup saya, beberapa hari yang lalu, bulan April 2016. Tanggal 9 April adalah hari dimana saya baru kembali dari Jakarta setelah sebulan tinggal disana, saya menemui Anis dalam keadaan sehat dan lincah, dia menyambut kedatangan saya seperti biasanya. Tanggal 10  April Anis masih seperti biasa namun saya perhatikan dia tidak begitu nafsu makan. Tanggal 11 dan 12 April Anis hanya mau makan daging ikan dan susu dalam porsi yang sangat sedikit. Tanggal 13 dan 14 April Anis tidak mau makan, secuil pun tidak, susu pun hanya mau karena saya paksa, karena khawatir terpaksa Anis harus saya cekok dengan ikan. Tanggal 15 dan 16 April Anis semakin lemah, dia tidak sanggup mengunyah makanannya, atas saran teman terpaksa saya harus cekok Anis dengan kuning telur dan madu. Karena semakin melemah, tubuhnya kaku dan Anis sudah tidak sanggup berjalan dengan berat hati saya harus merelakan Anis tinggal di klinik hewan untuk di infuse selama 2 hari tanggal 17 dan 18 April. Tidak pernah kering air mata saya mengalir saat saya ceritakan kondisi Anis pada dokter. Pak dokter terkejut mengetahui usia Anis 16 tahun, beliau bilang jarang-jarang ada kucing yang bisa bertahan sampai usia 16 tahun. Dokter sempat mengatakan bahwa beliau pesimis akan harapan hidup Anis, namun saya bilang "apapun yang akan terjadi pada Anis, saya akan merasa sangat berdosa jika saya tidak memperjuangkan hidupnya dalam kondisi seperti ini". Miris rasanya menyaksikan Anis berbaring tak berdaya dengan selang infuse di tangan kanannya, sayangnya saya tidak bisa menemani Anis full time, saya hanya diperbolehkan menjenguknya saat siang saja. Tiap kali saya datang menjenguk Anis dia selalu berusaha bangun meski selalu gagal, padahal perawat bilang Anis selalu tidur saat saya tidak disana. Tanggal 19 April dokter menagabarkan bahwa kondisi Anis membaik dan saya memutuskan untuk merawat Anis dirumah agar dapat selalu dipantau kondisinya. Saat saya datang Anis langsung berteriak pada saya dan terlihat semangat untuk bangun, Dari sorot matanya melihat Anis merasa bosan dan sangat ingin pulang.


Sesampainya di rumah Anis hanya bisa berbaring, terkadang berusaha berbicara meski terdengar sangat lirih, kedua matanya sudah tidak sinkron, pupil sebelah kiri besar sedangkan sebelah kanan kecil. Anis selalu menatap pada satu arah dan tidak bisa berkedip, Hanya sesekali Anis melirik saya yang tak pernah rela mengalihkan pandangan saya terhadap Anis. Seringkali tanpa sadar air mata mengalir begitu saja melihat kondisi Anis, rasanya biar saya saja yang menanggung kesakitan Anis, saya bersedia menukar kesehatan saya jika bisa. Seharian penuh saya dan kakak perempuan saya berjaga disamping Anis. Saat malam kakak perempuan saya membawa Anis tidur bersamanya. Dan malam itu, pukul 22:20 kakak membangunkan saya karena Anis kejang. Anis menghadapi sakaratul maut. Saya dan kakak perempuan saya menyaksikan detik-detik terakhir hidup Anis, saat nyawanya mulai dicabut. Anis memberontak namun dia tidak bisa menghindari takdir. Menyaksikan detik terakhir Anis, duh rasanya, hati ini terasa disayat-sayat. Selasa, 19 April 2016 pukul 22:30, saya dan kakak menyaksikan nafas terakhir Anis telah berhembus, saya menempelkan telinga saya pada dada Anis dan betapa saya dapat mendengar detak terakhir jantung Anis yang setelahnya sunyi, hanya sunyi. Hati saya remuk, tak sepatah katapun sanggup saya ucapkan, air mata membeku tak sanggup mengalir, harapan saya terhadap Anis pupus. Kakak saya tak henti-hentinya menagis, justru saya saking terpukulnya tak sanggup menangis. Saat saya ingat betapa Anis sangat menderita dalam kesakitannya beberapa hari terakhir ini saya hanya bisa mengiklaskan kepergiannya. Mungkin ini cara Tuhan menjawab doa yang selalu saya panjatkan untuk kesembuhan Anis.



Anis adalah yang terbaik dan akan selalu menjadi yang terbaik. Terima kasih atas kesetiaan Anis selama 16 tahun. Kita kecil bersama dan tumbuh besar bersama. Anis is more than a cat, she isn`t a pet I could play on with as I like, she`s a best friend to spend my time with, she`s a good listener I could share my story with.


Diberdayakan oleh Blogger.

Instagram

Popular Posts

LATEST POSTS